21985 / 21446
kesrasetda@bulelengkab.go.id
Bagian Kesejahteraan Rakyat

History Pura Dalem Balingkang

Admin kesrasetda | 25 Januari 2022 | 6482 kali

Pura Dalem Balingkang berdiri megah pada lahan seluas 15 hektar di wilayah Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pura Pucak Penulisan merupakan hulunya Pura Dalem Balingkang, karena Pura Dalem Balingkang tepat menghadap ke Pura Pucak Penulisan. Pura Dalem Balingkang seolah-olah dikelilingi oleh tembok yang terdiri dari bubungan berupa perbukitan yang melingkari kawah gunung Batur terletak di sebelah timur, barat, utara dan selatan. Di samping itu juga dikelilingi oleh sungai Melilit yang merupakan sumber mata air bagi masyarakat sekitarnya. Pura Dalem Balingkang terletak di sebelah barat kurang lebih 2,5 kilometer dari pemukiman atau perumahan masyarakat Desa Pakraman Pinggan. Bangunan Pura Dalem Balingkang ini sebelumnya merupakan sebuah istana, dan bangunan istana tentu memiliki sebuah benteng yang memagarinya, memiliki fungsi penting untuk menjaga keberadaannya dari serangan musuh, termasuk tembok alam perbukitan yang melingkari, yakni gunung Batur terlihat indah dan mempesona. Di sini juga terdapat sebuah pemujaan dengan simbol koin Cina (uang kepeng) berukuran besar di sudut Timur Laut sebagai linggih atau stana Ratu Ayu Mas Subandar, yang semasa hidupnya adalah permasisuri raja yang berasal dari negeri Cina dan bernama Kang Cing We, pelinggih tersebut berkaitan untuk memohon keberuntungan . Sejarah Pura Dalem Balingkang ini memang cukup panjang, bisa terbilang peninggalan pura pada masa kuno yang suda tua. pada masa pemerintahan Sri Haji Jayapangus, pada saat inilah Dalem Balingkang itu muncul. Sri Haji Jayapangus memerintah Bali Dwipa sekitar tahun 1053 Çaka (1131 M), beliau memiliki permaisuri bergelar Sri Parameswari Induja Ketana berasal dari Danau Batur, sang permaisuri sangat bijak dan menjadi putri utama. Pada pemerintahannya didampingi oleh dua penasehat yaitu Mpu Siwa Lim dan Mpu Siwa Gandhu. Diceritakan juga ada seorang saudagar dari Tionghoa bernama Kang terdampar dan sampai akhirnya di Batur, yang mempunyai putri bernama Kang Cing We, kecantikan Kang Cing We ini terdengar juga oleh Sri Haji Jayapangus dan keinginan beliau untuk memperistri anak saudagar ini sangat besar, Mendengar keinginan raja yang tak bisa dinasehati dan kemufakatan antara I Subandar (sebutan untuk saudagar Tionghoa) dengan raja, semakin kesallah sang Mpu, maka segeralah Mpu Siwa Gandhu memohon anugrah dengan khusuk kepada para dewa untuk memohon hujan lebat dan angin ribut selama 1 bulan 7 hari, sehingga keraton Sri Haji Jayapangus di Panarajon menjadi rapuh dan musnah. Diiringi oleh para abdinya mengungsi ke hutan di desa Jong Les, di sana beliau merambas hutan serta semak belukar melalu proses upakara yadnya, serta bangunan suci kerajaan bernama pura Dalem Balingkang. Kata Dalem itu sendiri diambil dari kata Dalem Jong Les, kata Bali saat beliau menguasai jagat Bali sedangkan Kang diambil dari istri beliau yang bernama Kang Cing We. Kemudian dalam perjalanan sejarah karena Gunung Batur Meletus hancurlah kerajaan Sri Haji Jayapangus. Kemudian pada akhirnya oleh Ksatrya Dalem dengan gelar Ida Dewa Agung Mayun Sudha, karena ada pawisik membangun lagi bebaturan yang tersisa menjadi Pura Dalem Balingkang.

Piodalan di Pura Dalem Balingkang, Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Bangli dilaksanakan setiap satu tahun sekali berdasarkan sasih yaitu pada hari Purnama Kalima (purnama bulan ke-5 dalam perhitungan kalender Bali) jatuh antara bulan Oktober sampai November.

Secara garis besar prosesi piodalan di Pura Dalem Balingkang yaitu :

Nanjeb dana atau matur piuning dilakukan pada hari Purnama Kapat atau sebulan sebelum piodalan di Pura Dalem Balingkang. Tujuan dari Nanjeb Dana yaitu memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Ida Bhatara-Bhatari di Pura Dalem Balingkang). Agar Beliau berkenan untuk melimpahkan segala waranugraha-Nya kepada umat sedharma, Nanjeb Dana ditandai dengan menancapkan suwiran dan ngunggahang tapakan linggih sebagai tanda akan di laksanakannya piodalan. 

Ngemedalang Ida Bhatara di Pura Dalem Balingkang dilakukan pada saat malam hari yaitu tepat jam 12 malam (tengahinglatri). Ngemedalang Ida Bhatara di Pura Dalem Balingkang tidak dilaksanakan apabila bertepatan dengan rahina Pasah (:Tri Wara), Saniscara (:Sabtu) dan Soma (:Senin), hal ini berdasarkan Desa Kala Patra yang berlaku di Desa Pakraman Pinggan menganggap bahwa hari tersebut merupah hari mati (hari tidak baik untuk melaksanakan upacara keagamaan khususnya Dewa Yadnya). Pada saat piodalan semua arca pralingga (Ida Bhatara) disthanakan di Pemaruman Agung yang berada di Madhya Mandala, kecuali Ida Bhatara di palinggih Saraswati, Tanggun Titi, Ratu Ayu Mas Subandar, Jro Kanginan, dan Jro Kawanan.

Mapeningan atau Makiyis biasanya dilalakukan di pura beji atau sumber-sumber mata air (patirtan) yang dipercaya memiliki nilai kesucian yang tinggi. Secara umum makiyis bertujuan untuk menyucikan arca pralingga Ida Bhatara dalam hal ini arca pralingga di Pura Dalem Balingkang.

Katuran Bhakti Piodalan merupakan puncak dari upacara piodalan di Pura Dalem Balingkang, yaitu pada Purnama Kalima yang dilaksanakan pada malam hari. Sebelum melaksanakan upacara bhakti piodalan diawali dengan melaksanakan upacara Mepada Wewalungan yang bertujuan untuk menyucikan hewan kurban (Kerbau, Kambing, Babi, Bebek, dan Ayam) dan semua sarana upakara lainnya. Sealain bertujuan untuk menyucikan sarana upacara, mepada juga bertujuan untuk menyucikan Bhuwana Agung khususnya di areal Pura Dalem Balingkang. Upacara mepada dilaksanakan mengelilingi areal pura sebanyak tiga kali searah jarum jam (purwa daksina).

Bhakti Penganyar ini dilaksanakan setiap hari yang ditandai dengan melakukan sembahyang bersama. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari, setelah pragina igel (tari sakral) oleh desa pengempon selsasi melaksanakan ayah-ayahan atau menari.

Setelah semua prosesi upacara di atas terlaksanakan, untuk mengakhiri prosesi piodalan di Pura Dalem Balingkang yaitu dengan Nyineb Ida Bhatara atau mensthanakan Ida Bhatara pada palinggih-Nya masing-masing. 

Maprani merupakan upacara penutup dalam rangakaian prosesi piodalan di Pura Dalem Balingkang. Upacara ini dilaksanakan sehari setelah Ida Bhatara Masineb atau Ngaluhur. Adapun tujuan dari upacara ini yaitu untuk memohon maaf kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Ida Bhatara-Bhatari di Pura Dalem Balingkang) apabila selama pelaksanan prosesi piodalan ada suatu kesalahan, serta untuk memohon waranugraha Ida Bhatara agar kehidupan masyarakat senantiasa tentram dan damai.

Sumber :

http://purabalingkang.blogspot.com/2012/10/prosesi-piodalan-pura-dalem-balingkang.html

https://masbrooo.com/pura-dalem-balingkang/

https://sirahbaliinfo.com/sirah-taksu/sejarah-terbentuknya-pura-dalem-balingkang-yang-menjadi-awal-mula-penggunaan-uang-kepeng-di-sarana-upakara-bali/

Penyusun : Putu Yeni Lestari Dewi, Editor (GA)