Hakikat
mengabdi pada kehidupan di dunia ini membutuhkan bimbingan guru yang sudah
mencapai tingkatan hidup Pandita Acarya. Tujuan berguru adalah agar memiliki
kemampuan untuk menjalani hidup yang baik dan benar sesuai dengan norma yang
ditetapkan dalam kitab suci. Demikian jugalah Ida Manik Angkeran, putra Mpu
Siddhi Mantra dari Jawa Timur, memiliki tempat pemujaan keluarga di kompleks
Pura Besakih yang disebut Merajan Kanginan. Ida Manik Angkeran adalah seorang pengabdi
yang tulus untuk ikut serta dalam mengeksistensikan dinamika Pura Besakih
sebagai tempat pemujaan umat Hindu di seluruh Bali.
Karena
itulah di Merajan tempat pemujaan keluarga beliau dibangun juga Pelinggih
Gedong yang khusus untuk memuja Mpu Beradah, salah satu guru spiritual Ida
Manik Angkeran yang telah mencapai status Pandita Acarya. Merajan ini
kemungkinan tidak diberikan sebutan khusus. Umatlah yang kemudian menyebutnya
Merajan Kanginan.
Umumnya
umat melihat Merajan Ida Manik Angkeran ini terletak di sebelah timur Pura
Banua tempat memuja Batara Sri dan juga pusat Jineng atau lumbung umat Hindu di
Bali. Sesungguhnya letak Merajan Kanginan ini adalah agak di selatan Pura Banua
kalau dilihat dengan alat kompas. Di sebelah kiri dari Gedong Busana ini
terletak pelinggih yang disebut Balai Tegeh. Pelinggih Balai Tegeh ini bertiang
empat dan beratap ijuk.
Fungsi
utama Pelinggih Balai Tegeh ini adalah sebagai Pelinggih Batara Tirtha. Umat
Hindu di Bali pada zaman dahulu kalau yang daerahnya diserang hama semut
umumnya mohon kekuatan spiritual dengan mohon Tirtha di Pura Merajan Kanginan
ini sebagai sarana sakral untuk menghilangkan hama semut tersebut.
Di
jaba tengah Pura Merajan Kanginan ini terdapat Pelinggih Pelengkap yaitu ada
Balai Paebatan, dapur, Bebaturan, Balai Gong dan Balai Kulkul. Salah satu
syarat yadnya yang disebut Satvika Yadnya menurut Bhagawad Gita XVII.13 adalah
adanya suguhan makanan yang disebut srsta annam, artinya makanan yang Satvika.
Adanya
dapur dan balai paebatan di pura tersebut untuk menyiapkan berbagai keperluan
upacara yadnya baik sebagai sarana kelengkapan upacara maupun untuk menjamu
para tamu upacara. Balai Kulkul itu sebagai simbol untuk mengupayakan
terpeliharanya keamanan atau santiraksa. Demikian juga adanya Balai Gong di
Jaba Tengah Pura Merajan Kanginan ini sebagai simbol adanya keindahan dari seni
dalam mewujudkan ajaran agama.Dimana piodalan jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Klurut (Tumpek Krulut).
Disetiap tahunnya di Pura Merajan Kanginan dilaksanakan upacara piodalan yang
jatuh hampir dua kali dalam setahun. Karena perhitungan piodalan dilaksanakan
berdasarkan wuku yang jatuh setiap enam bulan kalender Bali. Selama itu juga
pada pelaksanaan upacara Bhatara Turun
Kabeh dilaksanakan upacara Bhakti
Pakideh yang jatuh setiap sasih Kedasa (Purnama Kedasa).sesuai dengan kesepakatan Pemerintah Propinsi Bali, Kabupaten
Buleleng menjadi Penanggungjawab Pelaksanan setiap Upacara di Pura Merajan
Kanginan serta Perawatan Pura Merajan Kanginan Besakih.
Sumber :http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/5/16/bd1.htm
Bali Galang, I Ketut
Gobyah
Penyusun : Komang Mei
Eviadnyani, Editor (GA)