21985 / 21446
kesrasetda@bulelengkab.go.id
Bagian Kesejahteraan Rakyat

Makna Penjor Galungan Yang Dipasang Saat Penampahan

Admin kesrasetda | 24 Mei 2022 | 10430 kali

Umat Hindu Bali akan merayakan Hari Raya Suci Galungan pada Rabu. Hari raya yang jatuh setiap 210 hari berdasarkan perhitungan kalender Bali, yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) identik dengan tradisi memenjor.

Tujuan pemasangan penjor sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan terima kasih kehadapan Hyang Widhi Wasa dalam prabawa-NYA sebagai Hyang Giripati. Pemasangan penjor dilaksanakan pada hari Anggara Wage wara Dungulan (sehari sebelum Galungan) setelah menghaturkan banten Penampahan Galungan.

Akan tetapi, saat ini banyak orang yang memasang penjor sebelum penampahan yang kebayakan dilakukan pada hari Minggu. Ada yang beralasan kesibukan saat penampahan tidak sempat membuat penjor ataupun karena terbatasnya tenaga untuk membuat penjor ini.

Penjor Galungan baiknya dipasang saat penampahan Galungan, dikarenakan saat penampahan umat Hindu niyasa kebaikan yang tertanam dalam diri dan keburukan dihias agar menjadi kebaikan. Selain itu, sesuai keyakinan bahwa leluhur akan datang ke pemerajan dan penjor segar ini merupakan bentuk penghormatan secara sekala. Sehingga akan lebih baik jika warnanya dari kuning dan putih dari janur dan ambu. Selain itu, penjor juga berkaitan dengan upacara Dewa Yadnya, sehingga apa yang dipersembahkan harus segar.

Penjor dapat dicabut pada hari Minggu (Redite Umanis Langkir sehari setelah Kuningan). Namun, umumnya pencabutan penjor Galungan yang umum dilakukan umat Hindu di Bali adalah pada hari Rabu 42 hari setelah hari raya Galungan pada kalender Bali disebut Buda Kliwon Pahang atau disebut Buda Kliwon Pegat Uwakan. Setelah pencabutan penjor, perlengkapan penjor seperti sampian, lamak serta perlengkapan upakara Galungan lainnya dapat dibakar dan abunya sebagian disimpan pada kelapa gading muda yang dikasturi.

Selanjutnya dijelaskan pada hari Budha Kliwon Pahang (35 hari setelah hari raya Galungan), abu dalam kelapa gading tersebut di atas dilengkapi dengan sarana kawangen dan 11 uang kepeng/ logam selanjutnya ditanam di pekarangan rumah atau dihanyutkan disertai permohonan pakukuh jiwa urip (kadirgayusan). Pada Era Kekinian Bali, penjor banyak dibuat sebagai daya tarik, terlebih pada sebuah objek wisata. Namun, banyak orang tidak paham apa makna dari penjor, sehingga harus berisikan unsur hasil bumi.

Penjor pada umumnya terbuat dari sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan daun. kelapa/ daun enau yang muda (ambu) daun-daunan lainnya (plawa). Perlengkapannya adalah pala bungkah (umbi-umbian) misalnya ketela rambat; pala gantung (buah-buahan) seperti kelapa, mentimun, pisang dan sebagainya; pala wija (biji-bijian) yaitu jagung, padi dan sebagainya, jajan, 11 uang kepeng/logam, serta sanggah lengkap dengan sesajennya.

Pada ujung penjor digantungkan sampian penjor lengkap dengan porosan (sirih, kapur, pinang) dan bunga. Pada hari Kuningan sesajennya dilengkapi dengan endongan, tamiang dan kolem. Pada penjor bambu yang dihias dan dilengkapi sanggah penjor (tempat sesajen) merupakan simbol penghormatan dan perwujudan Naga Basuki, Naga Anantabhoga, dan Naga Taksaka, yang terus menerus menjaga kesempurnaan siklus air di jagat raya. Dengan persembahan sesajen, para naga yang sesungguhnya perwujudan para dewata itu, akan terus menjaga harmoni siklus air, sehingga tetap terjaminnya kemakmuran semua mahluk di jagat raya.

Dari beberapa unsur yang melengkapi penjor Galungan tersebut, memiliki makna atau simbol dari kekuatan Tuhan. Sehingga penjor untuk upacara, wajib memenuhinya dari perlengkapan tersebut. Seperti, bambu, adalah simbol gunung dan gunung tempat stana para Ida Sang Hyang Widi dan juga sebagai simbol kekuatan Hyang Brahma.

Didalam lontar Tutur Dewi Tapini juga telah disebutkan bahwa setiap unsur dalam penjor melambangkan simbol-simbol suci yaitu Bambu (tiying) dibungkus ambu/kasa, simbol kekuatan Dewa Maheswara. Kain putih kuning, simbol kekuatan Dewa Iswara Sampian, simbol kekuatan Dewa Parama Siwa. Janur, simbol kekuatan Dewa Mahadewa. Kue (jaja uli +gina), simbol kekuatan Dewa Brahma. Kelapa, simbol kekuatan Dewa Rudra. Pala bungkah, pala gantung, simbol kekuatan Dewa Wisnu. Tebu, sebagai simbol kekuatan Dewa Sambu.

Plawa, simbol kekuatan Dewa Sangkara. Sanggah Cucuk, simbol kekuatan Dewa Siwa. Lamak, simbol Tribhuana. Banten Upakara sebagai simbol kekuatan Dewa Sadha Siwa. Klukuh berisi pisang, tape dan jaja, simbol kekuatan Dewa Boga. Ubag-abig, simbol Rare Angon. Hiasan cili, gegantungan, simbol widyadari. Tamiang, sebagai simbol penolak bala atau kejahatan.

Unsur-unsur tersebut diatas diperlukan saat pembuatan penjor upacara di Bali, karena melambangkan simbol-simbol suci yang berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika Agama Hindu

Penjor merupakan simbol dari Naga Basuki yang artinya kesejahteraan dan kemakmuran. Bagi umat Hindu di Bali penjor merupakan simbol gunung yang dianggap suci. Sehingga Penjor seyogya dipasang tepat pada hari penampahan galungan, setelah jam 12 siang. Hal ini bermakna ketika hari raya penampahan galungan kita sebagai manusia berperang melawan pikiran yang kotor, berperang melawan sifat negatif, dan sifat ego. Setelah berhasil memenangkan perperangan melawan pikiran serta sifat-sifat tersebut maka sebagai pertanda kemenangan dipasanglah penjor sebagai simbol "kemenangan".

 

Editor (GA)