Setetes madu jatuh di atas tanah, lalu datanglah seekor semut kecil, perlahan-lahan dicicipinya madu tersebut. "hmmm... manis", lalu dia beranjak hendak pergi.
Namun rasa manis madu sudah terlanjur memikat hatinya. Dia pun kembali untuk mencicipi lagi, sedikit saja. Setelah itu barulah dia akan pergi.
Namun, ternyata dia merasa tidak puas hanya mencicipi madu dari pinggir tetesannya. Dia pikir, kenapa tidak sekalian saja masuk dan menceburkan diri agar bisa menikmati manisnya, lagi dan lagi.
Maka masuklah sang semut, tepat di tengah tetesan madu.Ternyata ? Badan mungilnya malah tenggelam penuh madu, kakinya lengket dengan tanah.
Dan...Tentu saja tak bisa bergerak.
Malang nian, dia terus seperti itu hingga akhir hayatnya. Mati dalam kubangan setetes madu.
Demikianlah analogi sederhana tentang dunia dan pecinta dunia material, sebagaimana diperumpamakan dalam sebuah pepatah :
"Hakikat apa-apa dari kenikmatan dunia melainkan bagaikan setetes besar dari madu. Oleh karena siapa yang hanya mencicipinya sedikit, ia akan selamat, namun siapa yang menceburkan diri ke dalamnya, ia akan binasa".
Mungkin dari analogi di atas kita harus renungkan artinya akan kepuasan yang tak ada batasnya ini, haus akan kepuasan duniawi yang tak berujung, dapatkah kita membatasinya ? Kapankah kita akan merasa cukup, merasa puas ? Karena kalau kita tdk bisa mengendalikan keinginan, ibarat mengisi lobang tanpa dasar, tidak akan pernah penuh, tdk pernah cukup. Lalu kapan kita merasa cukup.
Pada saat kita bersyukur .... atas segala anugerah dan karunia Tuhan yang telah kita terima selama ini, pada saat itu kita sudah merasa cukup. Tentu kita wajib melakukan segala usaha yang diimbangi dengan Doa yang tulus kepadaTuhan.
Oleh Putu Mahesa Utari, S.Sn
#binamentalspiritual
Editor (GA)