Purnama yang jatuh pada bulan keenam dalam sistem kalender Bali.
Hari Raya Purnama ini diperingati
sebulan sekali yaitu saat bulan penuh atau sukla paksa.
Dalam lontar Sundarigama dikatakan bahwa Purnama
merupakan payogan Sang Hyang Candra.
Terkait
purnama ini disebutkan:
Mwah hana pareresiknira sang hyang rwa bhineda, makadi
sang hyang surya candra, yatika nengken purnama mwang tilem, ring purnama sang
hyang ulan mayoga, yan ring tilem sang hyang surya mayoga.
Artinya:
Ada lagi hari penyucian diri bagi
Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu
saat tilem dan purnama.
Saat purnama adalah payogan Sang
Hyang Wulan (Candra), sedangkan saat tilem Sang Hyang Surya yang beryoga.
Purnama juga merupakan hari penyucian diri lahir batin.
Oleh karena itu semua orang wajib
melakukan penyucian diri secara lahir batin dengan mempersembahkan sesajen
berupa canang wangi-wangi, canang yasa kepada para dewa, dan pemujaan dilakukan
di Sanggah dan Parahyangan, yang kemudian dilanjutkan dengan memohon air suci.
Lebih lanjut dalam lontar Sundarigama disebutkan:
Samana ika sang purohita,
tkeng janma pada sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi,
canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju
matirta gocara, puspa wangi.
Selain itu Purnama juga merupakan
hari baik untuk melakukan dana punia.
Mengenai sedekah, disebutkan dalam Sarasamuscaya, 170 berbunyi:
Amatsaryam budrih prahurdanam
dharma ca samyamam,
wasthitena nityam hi tyage
tyasadyate subham.
Nihan tang dana ling sang Pandita, ikang si haywa kimburu,
Ikang si jenek ri
kagawayaning dharmasadhana,
apan yan langgeng ika, nitya
katemwaning hayu,
pada lawan phalaning
tyagadana.
Artinya:
Yang disebut dana (sedekah) kata
sang pandita, ialah sifat tidak dengki (iri hati), dan yang tahan berbuat
kebajikan (dharma) sebab jika terus menerus begitu, senantiasa keselamatan akan
diperolehnya, sama pahalanya dengan amal yang berlimpah-limpah.
Akan tetapi, menurut Ida bersedekah itu tidak usah memandang pahala, ada atau
tidak yang penting laksanakan.
“Seperti yang dikatakan dalam
Bhagawad Gita, tetap memberikan persembahan, lakukan kewajiban jangan
mengharapkan phala. Ada atau tidak phala laksanakan saja,” tambah Ida Rsi.
Dalam petikan Bhagawad Gita,
XVII. 25 juga disebutkan:
Tat ity anabhisanshaya
Phalam yajna-tapah-kriyah,
Dana-kriyas ca vividhah
Kriyante moksa-kansibhih
Yang artinya: dengan ucapak “Tat”
dan tanpa mengharap-harap pahalan atas penyelenggaraan ucapan yajna, tapabrata
dan juga dana punia yang berbagai macam jenisnya, dilaksanakan oleh mereka yang
mengharapkan moksa. (*)