21985 / 21446
kesrasetda@bulelengkab.go.id
Bagian Kesejahteraan Rakyat

IMPLEMENTASI HARI RAYA PAGARWESI DALAM MEMULIAKAN TUHAN

Admin kesrasetda | 29 Maret 2022 | 4703 kali

Berbicara mengenai Pagerwesi, ada banyak tafsiran. Ada yang mengatakan berasal dari dua kata, pager/pagar yang berarti kokoh dan wesi/besi atau kuat. Namun dalam Lontar Sundarigama dijelaskan, Pagerwesi itu adalah pemujaan kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai SanghyangBatara Guru. Mengapa pemujaan kepada guru? Karena guru memiliki fungsi adiluhung sebagai penuntun.

Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati. Makna yang lebih dalam terkandung pada kemahakuasaan Sanghyang Widhi sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah, atau dikenal dengan Uttpti, Stiti, dan Pralina atau dalam aksara suci disebut: Ang, Ung, Mang.

Saraswati yang jatuh pada hari terakhir dari wuku terakhir diperingati dan dirayakan sebagai anugerah Sanghyang Widhi kepada umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi, diartikan sebagai pembekalan yang tak ternilai harganya bagi umat manusia untuk kehidupan baru pada era berikutnya yang dimulai pada wuku Sinta. Rangkaian hari-hari dari Saraswati ke Pagerwesi, mengandung makna sebagai berikut:

1.      Setelah Saraswati, esoknya hari Minggu, adalah hari Banyupinaruh, di mana pada hari itu umat Hindu di Bali melakukan pensucian diri dengan mandi di laut atau di kolam mata air. Pada saat ini dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan yang sudah dianugerahkan oleh Sanghyang Widhi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan mulia bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan terjalinnya keharmonisan Trihita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta.

2.      Kemudian esoknya, hari Senin disebut hari Somaribek, yang dimaknai sebagai hari di mana Sanghyang Widhi melimpahkan anugerah berupa kesuburan tanah dan hasil panen yang cukup untuk menunjang kehidupan manusia.

3.      Selanjutnya, hari Selasa, disebut Sabuh Mas, yang juga tidak lepas kaitannya dengan Saraswati, di mana umat manusia akan menerima pahala dan rezeki berupa pemenuhan kebutuhan hidup lainnya, bila mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi di jalan dharma. Pada hari itu umat Hindu di Bali memuja Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Mahadewa.

4.      Hari raya Pagerwesi di hari Rabu, yang dapat diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang kuat bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian, dapat dipelihara, dan dijaga agar selalu menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.

Maka dapat dikatakan Pagerwesi  merupakan hari yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang diturunkan melalui para guru. Ilmu pengetahuan itu mengalir, melembaga dalam proses mewujudkan jagadhita. Guru yang harus dihormati dalam hal ini adalah catur guru. Guru Rupaka (orangtua), Guru Pengajian (guru di sekolah), Guru Wisesa (pemerintah) dan Guru Swadyaya (Ida Sang Hyang Widhi).

Dalam Lontar Gong Wesi maupun Usana Dewa ada istilah Siwatma yang distanakan di Kamulan yang menjadi salah satu unsur Batara Hyang Guru. Pemujaan Sang Hyang Atma sebagai Sanghyang Batara Guru adalah pemujaan Guru yang ada dalam diri. Suara Sang Hyang Atma itu tiada lain adalah suara hati nurani. Berguru pada suara hati nurani itu adalah berguru pada Sang Hyang.

Pemujaan Sang Hyang Atma di Kamulan itu adalah untuk membangkitkan daya spiritual untuk berguru pada Tuhan dalam diri yang disebut Sang Hyang Atma. Sedangkan memuja Sanghyang Batara Guru saat hari raya Pagerwesi dalam konsep Hindu Siwa Paksa adalah memuja Tuhan sebagai guru tertinggi di Bhuwana Agung. Pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dan pemujaan Sang Hyang Paramesti Guru pada hari raya Pagerwesi adalah memuja Tuhan sebagai Guru di Bhuwana Alit dan Guru di Bhuwana Agung. Hal ini hendaknya dilakukan secara seimbang sebagai wujud beragama ke dalam diri (niwrti marga) dan beragama ke luar diri (prawrti marga). Hari raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Batara Guru. Beliau adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Batara Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.

Yadnya (Banten) yang paling utama disebutkan pada hari raya Pagerwesi yaitu :

·         Untuk Para Pendeta (Purohita) adalah “Sesayut Panca Lingga” sedangkan perlengkapan  tetandingan bantennya :

·         Daksina,

·         Suci Pras penyeneng, dan

·         Banten Penek.

o    Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi sebagai pemujaan (yoga samadhi) bagi para Pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan.

·         Dan Bagi umat kebanyakan yadnya (banten) disebutkan adalah;

o    natab Sesayut Pagehurip,

o    Prayascita,

o    Dapetan.

o    Tentunya dilengkapi Daksina,

o    Canang, dan

o    Sodan.

o    Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu

§  Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta,

§  dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.

Upacara sendiri dimulai dengan menghaturkan persembahan dan persembahyangan di sanggah (candi kecil yang terletak di pekarangan), kemudian berlanjut ke pura di area desa, dan ke pura-pura yang menjadi pura keluarga. Secara umum pelaksanaan persembahyangan yang dilakukan serupa. Namun ada beberapa desa yang terkadang juga melakukan perayaan dengan cara-cara menarik yang lain. Maknanya sendiri sebenarnya adalah sebagai pengingat bahwa manusia yang hidup di dunia harus memiliki keteguhan iman, yang berdasarkan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan di jalan kebaikan. Tanpa pengetahuan, umat manusia akan kembali pada zaman kegelapan, dimana semua yang dilakukan terasa sangat sulit.

Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau rohaniwan pemimpin agama. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta, sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah. Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sanghyang Batara Guru. Tengah malam melakukan yoga samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah (tempat persembahyangan). Hakikat pelaksanaan upacara Pagerwesi adalah lebih ditekankan pada pemujaan oleh para pendeta dengan melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Banten yang paling utama bagi para Purohita adalah Sesayut Panca Lingga, sedangkan perlengkapannya Daksina, Suci Pras Penyeneng dan Banten Penek. Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi adalah pemujaanbagi para pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan. Banten yang paling inti perayaan Pagerwesi bagi umat kebanyakan adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan. Tentunya dilengkapi Daksina, Canang dan Sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.

Dalam kaitan susunan upacara Pagarwesi dimulai dari hari raya Saraswati sebagai hari dimana turunnya ilmu pengetahuan dimana sehari setelah melakukan persembahyangan saraswati umat bakan melakukan mandi di laut sebaai bentuk penyucian diri setelah menerima ilmu pengetahuan agar ilmu yang di dapat dapat di pergunakan untuk tujuan yang baik. hal ini di sebut dengan Banyupinaruh.

Hari raya Pagarwesi dimaknai sebagai siatu pegangan hidup yang kuat, bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga ilmu pengetahuan dabn teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian dapat di pelihara dan dijaga agar selalu pedoman bagi kehidupan manusia selamanya. pengetahuan sejati itulah yang sesungguhnya merupakan "pagar besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini. inti dari perayaan pagarwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji, dan memusatkan diri.

 

Sumber :

https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/74-makna-rahina-pagerwesi

https://www.suara.com/lifestyle/2021/02/03/210749/hari-raya-pagerwesi-berikut-upacara-dan-makna-di-baliknya

https://pariwisata.denpasarkota.go.id/berita/read/3000

Editor ( GA)