Berbicara
mengenai Pagerwesi, ada banyak tafsiran. Ada yang mengatakan berasal dari dua
kata, pager/pagar yang berarti kokoh dan wesi/besi atau kuat. Namun dalam
Lontar Sundarigama dijelaskan, Pagerwesi itu adalah pemujaan kepada Dewa Siwa
dalam manifestasinya sebagai SanghyangBatara Guru. Mengapa pemujaan kepada
guru? Karena guru memiliki fungsi adiluhung sebagai penuntun.
Sebagaimana
telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha
Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh
Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah
Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati. Makna yang lebih dalam
terkandung pada kemahakuasaan Sanghyang Widhi sebagai pencipta, pemelihara, dan
pemusnah, atau dikenal dengan Uttpti, Stiti, dan Pralina atau dalam aksara suci
disebut: Ang, Ung, Mang.
Saraswati
yang jatuh pada hari terakhir dari wuku terakhir diperingati dan dirayakan sebagai
anugerah Sanghyang Widhi kepada umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan dan
teknologi, diartikan sebagai pembekalan yang tak ternilai harganya bagi umat
manusia untuk kehidupan baru pada era berikutnya yang dimulai pada wuku Sinta.
Rangkaian hari-hari dari Saraswati ke Pagerwesi,
mengandung makna sebagai berikut:
1. Setelah
Saraswati, esoknya hari Minggu, adalah hari Banyupinaruh, di mana pada hari itu
umat Hindu di Bali melakukan pensucian diri dengan mandi di laut atau di kolam
mata air. Pada saat ini dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan
yang sudah dianugerahkan oleh Sanghyang Widhi dapat digunakan untuk
tujuan-tujuan mulia bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan terjalinnya
keharmonisan Trihita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta.
2. Kemudian
esoknya, hari Senin disebut hari Somaribek, yang dimaknai sebagai hari di mana
Sanghyang Widhi melimpahkan anugerah berupa kesuburan tanah dan hasil panen yang
cukup untuk menunjang kehidupan manusia.
3. Selanjutnya,
hari Selasa, disebut Sabuh Mas, yang juga tidak lepas kaitannya dengan
Saraswati, di mana umat manusia akan menerima pahala dan rezeki berupa
pemenuhan kebutuhan hidup lainnya, bila mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi di jalan dharma. Pada hari itu umat Hindu di Bali memuja
Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Mahadewa.
4. Hari raya
Pagerwesi di hari Rabu, yang dapat diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang
kuat bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian, dapat dipelihara, dan
dijaga agar selalu menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.
Maka
dapat dikatakan Pagerwesi merupakan hari
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang diturunkan melalui para guru. Ilmu
pengetahuan itu mengalir, melembaga dalam proses mewujudkan jagadhita. Guru
yang harus dihormati dalam hal ini adalah catur guru. Guru Rupaka (orangtua),
Guru Pengajian (guru di sekolah), Guru Wisesa (pemerintah) dan Guru Swadyaya
(Ida Sang Hyang Widhi).
Dalam
Lontar Gong Wesi maupun Usana Dewa ada istilah Siwatma yang distanakan di
Kamulan yang menjadi salah satu unsur Batara Hyang Guru. Pemujaan Sang Hyang
Atma sebagai Sanghyang Batara Guru
adalah pemujaan Guru yang ada dalam diri. Suara Sang Hyang Atma itu tiada lain
adalah suara hati nurani. Berguru pada suara hati nurani itu adalah berguru
pada Sang Hyang.
Pemujaan
Sang Hyang Atma di Kamulan itu adalah untuk membangkitkan daya spiritual untuk
berguru pada Tuhan dalam diri yang disebut Sang Hyang Atma. Sedangkan memuja
Sanghyang Batara Guru saat
hari raya Pagerwesi dalam konsep Hindu Siwa Paksa adalah memuja Tuhan sebagai
guru tertinggi di Bhuwana Agung. Pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dan
pemujaan Sang Hyang Paramesti Guru pada hari raya Pagerwesi adalah memuja Tuhan
sebagai Guru di Bhuwana Alit dan Guru di Bhuwana Agung. Hal ini hendaknya
dilakukan secara seimbang sebagai wujud beragama ke dalam diri (niwrti marga)
dan beragama ke luar diri (prawrti marga). Hari raya Pagerwesi sering diartikan
oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut
magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Batara Guru.
Beliau adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur
segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Batara Guru,
beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama
dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi
ngawur.
Yadnya
(Banten) yang paling utama disebutkan pada hari raya Pagerwesi yaitu :
·
Untuk Para Pendeta (Purohita) adalah “Sesayut Panca
Lingga” sedangkan perlengkapan tetandingan bantennya :
·
Daksina,
·
Suci Pras penyeneng, dan
·
Banten Penek.
o Meskipun
hakikat hari raya Pagerwesi sebagai pemujaan (yoga samadhi) bagi para Pendeta
(Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan
kemampuan.
·
Dan Bagi umat kebanyakan yadnya (banten) disebutkan
adalah;
o natab
Sesayut Pagehurip,
o Prayascita,
o Dapetan.
o Tentunya
dilengkapi Daksina,
o Canang, dan
o Sodan.
o Dalam hal
upacara, ada dua hal banten pokok yaitu
§ Sesayut
Panca Lingga untuk upacara para pendeta,
§ dan Sesayut
Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Upacara
sendiri dimulai dengan menghaturkan persembahan dan persembahyangan di sanggah
(candi kecil yang terletak di pekarangan), kemudian berlanjut ke pura di area
desa, dan ke pura-pura yang menjadi pura keluarga. Secara umum pelaksanaan
persembahyangan yang dilakukan serupa. Namun ada beberapa desa yang terkadang
juga melakukan perayaan dengan cara-cara menarik yang lain. Maknanya sendiri
sebenarnya adalah sebagai pengingat bahwa manusia yang hidup di dunia harus
memiliki keteguhan iman, yang berdasarkan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan di
jalan kebaikan. Tanpa pengetahuan, umat manusia akan kembali pada zaman
kegelapan, dimana semua yang dilakukan terasa sangat sulit.
Pelaksanaan
upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau
rohaniwan pemimpin agama. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: Sang Purohita
ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi
yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta, sewarna anut urip
gelarakena ring natar sanggah. Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan
mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sanghyang
Batara Guru. Tengah
malam melakukan yoga samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha
Bhuta, segehan (terbuat dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan
di halaman sanggah (tempat persembahyangan). Hakikat pelaksanaan upacara
Pagerwesi adalah lebih ditekankan pada pemujaan oleh para pendeta dengan
melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Banten yang paling utama bagi para
Purohita adalah Sesayut Panca Lingga, sedangkan perlengkapannya Daksina, Suci
Pras Penyeneng dan Banten Penek. Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi adalah
pemujaanbagi para pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut
merayakan sesuai dengan kemampuan. Banten yang paling inti perayaan Pagerwesi
bagi umat kebanyakan adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan.
Tentunya dilengkapi Daksina, Canang dan Sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal
banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut
Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Dalam
kaitan susunan upacara Pagarwesi dimulai dari hari raya Saraswati sebagai hari
dimana turunnya ilmu pengetahuan dimana sehari setelah melakukan
persembahyangan saraswati umat bakan melakukan mandi di laut sebaai bentuk
penyucian diri setelah menerima ilmu pengetahuan agar ilmu yang di dapat dapat
di pergunakan untuk tujuan yang baik. hal ini di sebut dengan Banyupinaruh.
Hari raya
Pagarwesi dimaknai sebagai siatu pegangan hidup yang kuat, bagaikan suatu pagar
dari besi yang menjaga ilmu pengetahuan dabn teknologi yang sudah digunakan
dalam fungsi kesucian dapat di pelihara dan dijaga agar selalu pedoman bagi
kehidupan manusia selamanya. pengetahuan sejati itulah yang sesungguhnya
merupakan "pagar besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini. inti
dari perayaan pagarwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati.
memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji, dan memusatkan
diri.
Sumber :
https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/74-makna-rahina-pagerwesi
https://pariwisata.denpasarkota.go.id/berita/read/3000
Editor ( GA)