Dewasa ini perkembangan jaman dan tuntutan era globalisasi dengan kemajuan
pesat teknologi informasi berbasis internet diantaranya media sosial, blogger,
twiter dan banyak lagi yang bisa diakses secara gamblang sesuai dengan
kebutuhan yang dimau dari peminat, dengan tidak dapat dihindari pula di akses
dengan malware atau situs - situs yang diselipkan diantaranya. Jadi dengan
begitu pula tidak menuntut kemungkinan pula dampak negatif dari itu semua dapat
terjadi hanya dengan salah klik situs selipan yang dilampirkan yang bisa saja
bermuatan informasi atau situs dewasa bahkan ajakan kekerasan.
Melihat dari kemungkinan yang terjadi diatas pula dapat disimpulkan jika
kita tidak memiliki landasan yang baik dan benar tentunya, yang dimana tentunya
mampu membatasi diri menentukan mana yang baik dan benar untuk kita cerna dan
kita kunjungi, daripada itu semua tidak menuntuk kemungkinan diperlukan pendidikan
dan pengetahuan yang mendasari pribadi seseorang sedini mumngkin melalui
belajar agama dan spiritual yang baik dan benar tentunya.
Mempelajari Pengetahuan agama dan pendidikan spiritual tidak lepas dari
tanggungjawab Pemerintah saja melainkan dari lingkup terkecil yaitu dari
lingkungan Keluarga tentunya dari peran serta orang tua dalam membentuk mental
anak kedepanya. Dengan Secara umum tujuan belajar agama adalah agar
kita mendapat kebaikan, agar ibadah yang kita lakukan diterima dan agar tidak
terjebak dalam kesesatan, jadi dengan belajar agama kita tau Apa
itu Etika, aturan dan susila dalam pergaulan bermasyarakat dan bersosial secara
langsung ataupun media internet digital.
Pendidikan mental agama tidaklah dimulai di sekolah saja melainkan keluarga pun
berperan sangat dominan. Sejak anak lahir ke dunia mulailah ia menerima
didikan-didikan dan perlakuan-perlakuan yang mendidik, yaitu dimulai dari ibu
bapaknya kemudian dari keluarga yang lain, yang semua itu memberikan
dasar-dasar pembentukan kepribadiannya. Pendidikan dan kepribadian itu ditambah
dan disempurnakan oleh instansi sekolah
. Ilmu pengetahuan pada akhir-akhir ini ditandai
dengan kemajuan dan teknologi telah membawa perubahan-perubahan bagi
masyarakat, terutama dalam kehidupan sehari-hari, pada gilirannya perubahan
tersebut akan membawa dampak positif sekaligus negatif. Dampak positif dari
modernisasi antara lain adanya perubahan tata nilai dan tata kehidupan yang
serba keras, bahkan tradisi nenek moyang yang dikenal beradab telah terkikis
oleh budaya yang serba modern. Salah satu keprihatinannya adalah munculnya
pergaulan bebas di kalangan remaja, longgarnya pengawasan orang tua terhadap
anak-anaknya, mudahnya mengakses situs-situs berbau porno. Tuntunan pemenuhan
ekonomi, ditambah lagi krisis ekonomi yang berkepanjangan, mengakibatkan
terjadinya penyelewengan moral yang mengarah kepada perbuatan yang dilarang
agama dan norma-norma masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial sehingga
sebagian besar dari kehidupan melibatkan interaksi dengan orang lain. Budaya
dapat dipertimbangkan memiliki pengaruh pada arena sosial. berinteraksi dengan
orang lain, memersepsi diri sendiri pada orang lain dan bekerja dengan orang
lain sangat dipengaruhi oleh budaya dimana kita hidup. Kita semua telah
mempelajari cara-cara tertentu untuk bertingkah laku, mempersepsi dan bekerja
dengan orang lain berdasarkan pada aturan dan norma-norma yang disepakati dalam
budaya kita. Secara kodrati manusia hidup memerlukan bantuan orang lain, bahkan
manusia baru akan menjadi manusia manakala berada di dalam lingkungan dan
berhubungan dengan manusia
individu membutuhkan
pemantauan diri baik dari diri sendiri maupun orang lain. Dalam hal ini Pendidikan
mental agama yang diberikan kepada seseorang
pada dasarnya merupakan usaha untuk melakukan perubahan secara mendasar.
Artinya, Pendidikan mental agama diberikan untuk mengurangi stimuli yang tidak
diinginkan yang mengganggu seseorang
dalam membantu orang lain atau dikenal perilaku prososial. Perilaku prososial
adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan kepada orang lain dan memberikan
keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut, Perilaku prososial ini sangat penting
peranannya dalam menumbuhkan kesiapan seseorang dalam mengarungi kehidupan
sosialnya. Karena dengan kemampuan prososial ini seseorang akan lebih diterima
dalam pergaulan dan akan dirasakan berarti kehadirannya bagi orang lain.
Dalam kesempatan ini dapat penulis bahas secara agama
Hindu yang dimana begitu pula dalam agama hindu dengan Tujuannya adalah mencapai kebahagiaan rohani dan
kesejahteraan jasmani. Dengan menjaga keharmonisan bersosial bermasyarakat, bernegara hinga dengan
lingkungan alam sekitarnya. Untuk mencapai
hal tersebut, agama Hindu menjabarkan menjadi tiga kerangka dasar / landasan, yaitu: “Tatwa (filsafat), Etika (susila), dan Upacara
(ritual).
Etika
atau susila berasal dari kata “su” yang berarti baik, indah, harmonis dan
“sila” yang berarti prilaku, tata cara/tata laku. Jadi susila berarti tingkah laku
manusia yang baik dalam mengadakan hubungan timbal balik yang selaras dan
harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta dan dengan tuhan (tri hita
karana). Setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya
hendaknya selalu menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan (tri kaya
parisudha).
Di lingkungan keluarga misalnya, anak-anak hendaknya
berbicara dan bertingkah laku yang sopan terhadap orang tua. Orang tua juga
hendaknya memberi contoh/teladan tentang perilaku yang baik kepada anaknya,
sehingga terjadi hubungan yang harmonis di lingkungan keluarga.
Dalam
menjaga hubungan dengan alam, ketika akan menebang pohon untuk digunakan,
maka hendaknya menanam pohon baru sebagai pengganti. Setiap orang hendaknya
merawat lingkungan sekitar sehingga alam tetap lestari.
Sementara
untuk menjaga hubungan dengan Ida Sanghyang Widi/Tuhan, dapat dilakukan dengan
Nitya Yadnya (persembahyangan Tri Sandhya, Mesesaiban/Ngejot), dan Naimitika
Yadnya (persembahyangan pada waktu-waktu tertentu misalnya hari-hari suci,
Tilem, Purnama, Galungan, Kuningan, Nyepi dan hari suci lainya). Selain kedua
cara di atas, hubungan dengan Tuhan dapat pula dilakukan dengan berdoa dalam
kegiatan sehari-hari (doa makan, sebelum makan, mau bekerja dan sebagainya)
dapat pula dengan berjapa.
Upacara
yaitu kegiatan agama Hindu dalam bentuk ritual. Ada lima upacara/yadnya yang
dikenal dalam Hindu atau yang disebut dengan Panca Yadnya, yaitu: Dewa Yadnya
(upacara hari suci tilem, purnama, galungan), Rsi Yadnya (upacara pewintenan,
diksa, dan lainnya), Pitra Yadnya (upacara ngaben/kematian), Manusia Yadnya
(upacara otonan, potong gigi, pewiwahan/nikah, dan lainnya), Bhuta Yadnya
(upacara Mecaru, mesegeh).
Ketika
kita berbicara upacara tentu ada yantra dan mantra (persembahan/Banten dan
doa). Bhagawadgita BAB IX Sloka 26
menjelaskan: Patram Puspam Phalam Toyam, Yo me bhaktya prayacchati, Tad aham
bhakty-upahrtam, Aasnami prayatatmanah. Artinya, siapapun dengan sujud bhakti
kepada-ku mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan,
seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati
suci.
Jadi Tatwa, Etika,
Susila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya. Ketiganya mesti dimiliki dan dilaksanakan oleh umat Hindu. Begitu
eratnya kaitan antara ketiga dasar ini, sehingga diumpamakan seperti sebuah
telur ayam yang terdiri dari: kuning telur dan sarinya adalah tatwa, putih
telur adalah susila, sedangkan kulit telur adalah upacara.
Dengan dasar dan landasan diatas diharapkan mampu membentuk mental
seseorang dalam menghadapi arus perkembangan dengan tantangan jaman era
globalisasi berbasis internet, dengan tentunya tetap menjadi pribadi yang
memiliki mental yang kuat sehingga terhindar dari pemikiran, perkataan hingga
perbuatan yang negatif, melalui ajaran agama dan pengetahuan spiritual tentunya
mampu menjadi dasar dan landasan dalam menentukan arah tujuan hidup yang
positif dalam menjaga keharmonisan bersosial masyarakat, alam dan sekitarnya.
Dalam menjalankan kehidupan
manusia tidak bisa lepas dari masalah. Semakin besar atau banyak urusan
seseorang akan semakin besar pula masalah yang akan dihadapinya, tidak
memandang orang tua, dewasa, anak laki-laki atau perempuan atau pun remaja.
Tentunya masing-masing dengan intensitas problem yang berbeda-beda
Penyusun : Ida Bagus Korad Asta Permana