Umat Hindu di Bali melaksanakan upacara Melasti/Mekiyis dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Batara dan segala perlengkapannya dengan hati yang tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju hikmah, lautan, danau atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksankan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara Melasti dilakukan, pratima dan segala perlengkapnnya diusung ke Balai Agung di Pura Desa. Sebelum ngrupuk dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan persembahyangan. Upacara Melasti ini jika diperhatikan identik dengan upacara Nagasankirtan di india. Dalam upacara Melasti, pratima yang merupakan lambang wahana Ida Batara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa. Sedangkan upacara Nagasankirtan di India, umat Hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama Tuhan (Namas-maranam) untuk menyucikan desa yang dilaluinya. Dalam rangkaian Nyepi di Bali, upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah seabagai berikut : ibukota provinsi dilakukan upacara tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata dan di tingkat Banjar dilakukan Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Disana umat menghaturkan segehan Panca warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuat dari bambu) dan disitu umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut dan penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak. Di bawah sanggah cucuk, umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam berumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar. Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malaradan di halaman rumah. Dalam lontar Sundarigama dan Shanghyang Aji Swamandala disebutkan, Melasti merupakan proses meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata dan manifestasi Tuhan, yang bertujuan untuk menghilangkan mala atau penderitaan. Dalam bahasa kitabnya, yang tertulis dengan bahasa Jawa Kuno menyebutkan, “Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana”. Ngiring prewatek dewata mempunyai arti upacara melasti hendaknya didahului dengan memuja Tuhan dengan segala manifestasinya dalam perjalanan melasti. Tujuannya, agar dapat mengikuti tuntunan para dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dengan mengikuti tuntunan Tuhan, manusia akan mendapatkan kekuatan suci untuk mengelola kehidupan di dunia. Upacara Melasti juga bertujuan meningkatkan kesadaran umat Hindu agar mengembalikan kelestarian alam lingkungan atau menghilangkan sifat-sifat manusia yang merusak alam lingkungan. Mereka juga diingatkan untuk tidak merusak sumber air, tanah, udara, dan lain-lain. Itulah kenapa Melasti mengandung muatan nilai-nilai kehidupan, dipercaya dapat meminimalisir lima sifat buruk manusia. Masyarakat Hindu percaya, lima sifat buruk itu yang menjadi penyebab orang mabuk, yaitu Asmita yang berarti keegoisan, Awidya adalah kegelapan, Raga yaitu hawa nafsu, Dwesa merupakan sifat pemarah dan pendendam, dan Adhiniwesa yang merupakan rasa takut tanpa sebab. Kelima sifat tersebut ada dalam diri tiap individu, sehingga Melasti akan melebur semua sifat buruk manusia sebelum melaksanakan tapa brata pada Hari Raya Nyepi. Secara sosial, upacara melasti bisa memotivasi umat secara ritual dan spiritual untuk melenyapkan penyakit-penyakit sosial, seperti kesenjangan antar kelompok, permusuhan antar golongan, juga wabah penyakit yang menimpa secara massal.. Lalu, setelah melasti ada langkah nyata menyelesaikan berbagai penyakit sosial secara niskala yang wajib diimbangi dengan langkah sekala, misalnya melatih pemuka masyarakat memahami pengetahuan yang disebut “manajemen konflik” mendidik masyarakat mencegah konflik. Melasti juga menuntun umat agar menghilangkan ketidakmampuannya secara individual. Ada lima hal yang membuat orang tidak mampu yaitu, Awidya (Kegelapan atau mabuk), Asmita (Egois, mementingkan diri sendiri), Raga (pengumbaran hawa nafsu), Dwesa (sifat pemarah dan pendendam), Adhiniwesa (rasa (takut tanpa sebab, yang paling mengerikan rasa takut mati). Kelima hal itu disebut klesa yang harus dihilangkan agar seseorang jangan menderita. Upacara melasti bertujuan untuk meningkatkan kelestarian alam lingkungan, menghilangkan sifat-sifat manusia yang merusak alam lingkungan. Sedangkan menuju ke mata air bermakna mengambil sarisari kehidupan dari tengah lautan, wujud ritual sakral untuk membangun kehidupan spiritual untuk didayagunakan mengelola hidup yang seimbang lahir batin. Sumber : https://www.komangputra.com/makna-dan-tujuan-upacara-melasti.html https://pesonaindonesia.kompas.com/read/2019/10/24/071000327/menyelisik-makname