21985 / 21446
kesrasetda@bulelengkab.go.id
Bagian Kesejahteraan Rakyat

Upacara Ngusabha Ngeed di Pura Banua Kawan Besakih

Admin kesrasetda | 10 Februari 2020 | 353 kali

 

Serangkaian dengan Pelakanaan Upacara Ngusabha Buluh Di Pura Banua Kawan Besakih, Minggu,  2 Pebruari 2020 dipuput olih Ida Pedanda Gede Putra Kemenuh dari Griya Kemenuh Desa Singarata Kecamatan Rendang Karangasem. Bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng menghadiri Pelaksanaan Upacara Nguabha Ngeed yang jatuh bertepatan pada Purnama Kewolu, Sabtu, 8 Pebruari 2020.

Upacara Nguabha Buluh

Upacara Ngusaba Buluh yang bermakna Bulu atau semua Tumbuhan yang bertujuan Memohon kemakmuran Kehadapan Ida Bhatara Sri sebagai manifestasi Ida Hyang Widhi Wasa sebagai Dewi Kemakmuran yang disimbulkan melalui Pohon Buluh dan Aon ( Abu Kayu Bakar ), yang selanjutnya di Taburkan dan Disebarkan pada Sawah dan Ladang guna mendapat hasil Panen yang berlimpah. Yang selanjutnya .dilaksanakan Upacara Ngusabha Ngeed di Pura Agung Besakih. Fertility atau ritual kesuburan dan kesejahteraan ! Begitu yang tampak pada prosesi Ngusabha Ngeed yang dilaksanakan pada Purnama Kawolu di Pura Agung Besakih. Pelaksanaannya di ”bulan-bulan basah” purnama kawolu (januari-februari) dan bersamaan pula dengan pujawali Pura Basukian (sthana Dewa Wisnu – simbol air) setidaknya menunjukkan secara terang bahwa kesuburan bakal datang bila dewa Wisnu sebagai simbol air dan Dewa pemelihara (sthiti) ”turun” ke dunia menyiram bumi, menebar berkah.


Dalam sudut pandang ritual sebagai suatu ”fragmen”, Ngusabha Ngeed disebut sebagai "pernikahan" Ida Bhatara Rambut Sedana dengan Ida Bhatari Sri (merebhu) untuk memelihara siklus kehidupan, regenerasi lewat kesuburan dan membangun kesejahteraan bumi. Prosesi Ngusabha Ngeed diawali dengan nedunang Ida Bhatara Rambut Sedhana dan Ida Bhatari Sri di Palinggih Pangaruman Agung Pura Penataran Agung Besakih. Dua buah jempana (joli) Ida Bhatara dan Bhatari lalu diusung menuju Pura Manik Mas di ujung selatan kawasan Pura Agung Besakih dan dilakukan upacara pamendak di jaba pura Banua Kawan (linggih Ida Bathari Sri). Pura Manik Mas dipandang sebagai pasucian agung yang mampu ngeseng sarwa cemer (terdapat palinggih Cemara Geseng) dan juga dipandang sebagai inti bibit (manik mas).


Usai ritual dan persembahyangan di pura Manik Mas, dua jempana Ida Bhatara-Bhatari diusung menuju pura Batumadeg di sisi barat laut pura Penataran Agung Besakih yang dalam konsep Catur Lokapala diyakini sebagai sthana Ida Bhatara Wisnu (berbeda dengan konsep pakideh Pura Basukian sebagai Puseh Jagat yang juga disebut sebagai linggih Ida Bhatara Wisnu). Usai pemujaan di ”titik air” prosesi dilanjutkan ke ”titik panas” di pura Kiduling Kreteg yang dalam konsep Catur Lokapala dipandang sebaga sthana Dewa Brahma (panas atau api). Air dan panas dalam pandangan Hindu terhadap alam semesta adalah konsep kesuburankelestarian hidup dan siklus air yang menjadi tumpuan daerah agraris dan tropis. Tahap keempat adalah pemujaan di Pura Penataran Agung seusai pemujaan di Pura Kiduling Kreteg. Pura Penataran Agung Besakih dengan palingggih utama Padma Tiga dipandang sebagai sthana Dewa Siwa dalam tiga perwujudan, yaitu Siwa, Parama Siwa dan Sadha Siwa. Dewa Siwa dalam konsepsi Hindu di Bali dipandang sebagai Ida Hyang Widhi Wasa penguasa alam semesta sehingga dalam ritual Hindu di ”konstruksi” lewat konsep Eka Dasa RudraPanca Bali Krama, Tri Bhuwana dan berakhir ke satu titik pemujaan Eka Bhuwana, Sang Hyang Tunggal - Tuhan Yang Maha Esa. Pada prosesi di Pura Penataran Agung, dua jempana Ida Bhatara-Bhatari ditempatkan di palinggih pesamuhan agung dan dilakukan persembahyangan untuk memohon restu Ida Hyang Widhi Wasa.


Prosesi terakhir diselenggarakan di Pura Banua Kawan. Dua jempana Ida Bhatara-Bhatari kembali diusung dari Pura Penataran menuju Pura Banua Kawan. Di pura Banua Kawan ini pralinga (arca) Ida Bhatara-Bhatari dikeluarkan dari jempana dan ditempatkan berjajar di altar palinggih Pesamuan Pura Banua Kawan layaknya sepasang penganten. Ritual dilanjutkan dengan pemujaan dan persembahyangan diakhiri dengan penyerahan tipat-bantal sebagai sarana pemberkatan suatu pernikahan. Upacara dipimpin oleh Ida Pedanda Bukit Kemenuh dari Griya Singarata Desa Rendang Karangasem.

Seluruh prosesi Ngusabha Ngeed dilaksanakan dengan berjalan kaki mengusung jempana dari satu pura ke pura lainnya secara bergantian oleh masing-masing pemaksan yang ada di pura Besakih sehingga seluruh krama Besakih berperan dalam prosesi tersebut. Upacara Ngusabha Ngeed pada Purnama Kawolu

kemarin dimulai sejak jam 17.00 berakhir pada jam 23.46 wita.